MResky S 04/07/2020. Hadits Shahih Al-Bukhari No. 43 - Kitab Iman ini, menjelaskan tentang pertanyaan dari seorang yahudi kepada Umar bin Khattab tentang ayat yang terdapat dalam surah al-Maidah ayat 3, yang dengan ayat tersebut mereka (orang yahudi) ingin menjadikan hari yang dimaksud ayat itu sebagai hari raya mereka.
Di mana ada pertemuan, pasti akan ada perpisahan. Di mana ada awal, pasti akan ada akhir. That’s life. Ketika akhir sebuah perjalanan akan menjadi awal perjalanan yang lain, dan sebuah perpisahan akan menjadi pertemuan dengan sesuatu yang baru. And that’s more about life. Di dalam hidup, banyak orang yang datang dan pergi Allah telah menjumpakan kita dengan orang-orang yang Dia telah gariskan dalam catatan takdir Mereka pun datang silih berganti Ada yang melintas dalam segmen singkat, namun membekas di hati. Ada yang telah lama berjalan beiringan, tetapi tak disadari arti kehadirannya Ada pula yang begitu jauh di mata, sedangkan penampakannya melekat di hati. Ada yang datang pergi begitu saja seolah tak pernah ada. Semua orang yang pernah singgah dalam hidup kita bagaikan kepingan puzzle yang saling melengkapi dan membentuk sebuah gambaran kehidupan Maka sudah fitrah, bila ada pertemuan pasti ada perpisahan.. Di mana ada awal, pasti akan ada akhir. Akhir sebuah perjalanan, ia akan menjadi awal bagi perjalanan lainnya,,, Sebuah perpisahan, ia akan menjadi awal pertemuan dengan sesuatu yang baru… well, That’s life must be Ketika akhir sebuah perjalanan akan menjadi awal perjalanan yang lain, dan sebuah perpisahan akan menjadi pertemuan dengan sesuatu yang baru. And that’s more about life. — Kalau kita tidak bisa berjumpa lagi di dunia, moga Allah mengumpulkan kita di jannah surga. Semoga kita teringat akan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang menerangkan mengenai tujuh golongan yang akan mendapatkan naungan Allah pada hari yang tiada naungan selain dari-Nya. Di antara golongan tersebut adalah, وَرَجُلاَنِ تَحَابَّا فِى اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ “Dua orang yang saling mencintai karena Allah. Mereka berkumpul dan berpisah dengan sebab cinta karena Allah.” HR. Bukhari no. 660 dan Muslim no. 1031 Orang yang mencinta akan dikumpulkan bersama orang yang dicinta di akhirat kelak. Dari Anas bin Malik, beliau mengatakan bahwa seseorang bertanya pada Nabi shallallahu alaihi wa sallam, “Kapan terjadi hari kiamat, wahai Rasulullah?”Beliau shallallahu alaihi wa sallam berkata, “Apa yang telah engkau persiapkan untuk menghadapinya?”Orang tersebut menjawab, “Aku tidaklah mempersiapkan untuk menghadapi hari tersebut dengan banyak shalat, banyak puasa dan banyak sedekah. Tetapi yang aku persiapkan adalah cinta Allah dan Rasul-Nya.”Beliau shallallahu alaihi wa sallam berkata, أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ “Kalau begitu engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai.” HR. Bukhari no. 6171 dan Muslim no. 2639 Yang kami harap, moga persaudaraan kita tidak hanya di dunia, namun berakhir pula di jannah. Di dunia -selama hidup- moga kita saling menghendaki kebaikan satu dan lainnya. Referensi — Akhukum fillah, M. Abduh Tuasikal Riyadh-KSA, 22 Rabi’ul Akhir 1434 H 6 jam sebelum bertolak dari Riyadh menuju Jogja
Punya11 anak hafidz quran. 70 Kata-Kata Motivasi Hidup Islami dari Ayat Al-Quran Hadits dan Para Ulama. Kata Kata Mutiara Penghafal Quran. Al-Quran merupakan mukjizat baik dari segi lafal maupun maknanya. Murojaah kata mutiara untuk anak penghafal al quran. Kumpulan Puisi Islami Tentang Al Quran atau Puisi Penghafal Al Quran.
Perpisahan adalah Bagian dari Hidup Hello Readers, perpisahan adalah bagian dari hidup yang tak dapat dihindari. Kita pasti pernah merasakan kehilangan seseorang yang kita sayangi karena harus berpisah. Baik itu karena pindah kota, pindah sekolah, atau bahkan kematian. Namun, dalam Islam, perpisahan bukanlah sesuatu yang hanya menimbulkan kesedihan. Ada banyak hadits yang mengajarkan tentang bagaimana kita seharusnya memandang perpisahan. Hadits tentang Menyimpan Kenangan yang Berharga Salah satu hadits yang mengajarkan tentang perpisahan adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah. Beliau menyampaikan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, “Barangsiapa yang mengunjungi saudaranya di atas kemauannya, maka Allah akan menciptakan untuknya satu buah taman di surga.” HR. Bukhari dan Muslim.Dalam hadits ini, Rasulullah SAW mengajarkan tentang pentingnya menjalin silaturahmi dengan saudara-saudara kita. Meskipun suatu saat kita harus berpisah, namun kita seharusnya tetap menjaga hubungan baik dengan mereka. Dengan begitu, kita tidak hanya menyimpan kenangan yang indah bersama mereka di dunia, tetapi juga akan mendapatkan pahala di surga kelak. Hadits tentang Berdoa untuk Mereka yang Telah Pergi Selain itu, Rasulullah SAW juga mengajarkan tentang bagaimana kita seharusnya memandang perpisahan karena kematian. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Rasulullah SAW pernah bersabda, “Doakanlah saudaramu yang telah pergi dengan baik, dan mintalah kebaikan baginya di dalam doa-doa kalian.” Dalam hadits ini, Rasulullah SAW mengajarkan tentang pentingnya kita berdoa untuk saudara-saudara kita yang telah meninggal dunia. Meskipun mereka sudah pergi, namun kita masih bisa membantu mereka dengan doa. Dengan begitu, kita tidak hanya menyimpan kenangan yang indah bersama mereka, tetapi juga membantu mereka mendapatkan kebahagiaan di akhirat. Hadits tentang Berusaha untuk Bertemu Kembali Selain mengajarkan tentang pentingnya menyimpan kenangan yang indah bersama saudara-saudara kita, Rasulullah SAW juga mengajarkan tentang bagaimana kita seharusnya memandang perpisahan. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Ya’la, Rasulullah SAW pernah bersabda, “Janganlah kalian berpisah lama-lama sehingga kalian saling membenci. Namun, jika kalian berpisah sejenak, maka usahakanlah untuk bertemu kembali.”Dalam hadits ini, Rasulullah SAW mengajarkan tentang pentingnya kita berusaha untuk bertemu kembali dengan saudara-saudara kita yang harus berpisah. Meskipun kita harus berpisah sejenak, namun kita seharusnya tetap berusaha untuk bertemu kembali. Dengan begitu, kita tidak hanya menyimpan kenangan yang indah bersama mereka, tetapi juga memperkuat hubungan kita dengan mereka. Hadits tentang Berusaha untuk Menjalin Hubungan Baik Terakhir, Rasulullah SAW juga mengajarkan tentang bagaimana kita seharusnya memandang perpisahan. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, Rasulullah SAW pernah bersabda, “Jika dua orang saling berpisah dengan baik, maka Allah akan memperkuat hubungan keduanya.”Dalam hadits ini, Rasulullah SAW mengajarkan tentang pentingnya kita menjalin hubungan baik dengan saudara-saudara kita yang harus berpisah. Meskipun kita harus saling berpisah, namun kita seharusnya tetap berusaha untuk menjalin hubungan baik dengan mereka. Dengan begitu, kita tidak hanya menyimpan kenangan yang indah bersama mereka, tetapi juga memperkuat hubungan kita dengan mereka. Kesimpulan Dalam Islam, perpisahan bukanlah sesuatu yang hanya menimbulkan kesedihan. Ada banyak hadits yang mengajarkan tentang bagaimana kita seharusnya memandang perpisahan. Kita seharusnya tetap menjalin silaturahmi dengan saudara-saudara kita, berdoa untuk mereka yang telah pergi, berusaha untuk bertemu kembali, dan menjalin hubungan baik dengan mereka. Dengan begitu, kita tidak hanya menyimpan kenangan yang indah bersama mereka, tetapi juga mendapatkan pahala di surga kelak. Sampai jumpa kembali di artikel menarik lainnya.
Haridemi hari waktu demi waktu dalam perpisahan itu. Ya perpisahan antara ayah dan anak. Bersabarlah wahai anakku. Raihlah ilmu gapailah anganmu. Jadilah engkau anak - anak yang shalih dan shalihah. Yakinkan hatimu, tegarkan dan kokohkan jiwamu. Berjuanglah wahai anakku. Perjuangkan tauhid dan sunnah diatas manhaj yang shahihah. Ya manhaj Salaf
Sepuluh tahun apakah sudah menjadi waktu yang cukup untuk kita berjuang bersama? Apakah sudah cukup untuk akhirnya semua akan tergantikan?Tak mudah dan sungguh bukan suatu yang mudah untuk melepas sesuatu yang tergambar jelas di masa itu. Masa di mana perjuangan untuk membangun amanah di tempat ini 31 Juli 2021, akan menjadi momen bagi kami, santri Pesantren Tahfizh Daarul Qur’an Lampung dan segenap Sumber Daya Insani yang mengabdi di pondok ini, memberikan salam perpisahan kepada sosok yang kami sebut ayah, guru, sahabat, teman, dan kerabat, yakni Gurunda Kyai Mulyanto, Pengasuh Pesantren Tahfidz Daarul Qur’an dengan lirih salam indah perpisahan itu diungkapkan oleh beberapa perwakilan dari masing-masing unit yang ada di Pesantren Daqu Lampung. Mulai dari unit tahfidz, front office, pengasuhan, sekolah sampai ibu- ibu mata tak lagi dapat tertahan. Banyak hal yang sudah terlewat dengan penuh keindahan, keramahan yang beliau pancarkan setiap hari. Canda, tawa, pesan, nasihat, bahkan emosi yang meraja hati saat mengenang kilas balik kebersamaan banyak kata karena hanya maaf yang bisa kami sampaikan dalam perpisahan ini. Maaf karena kami sering bebal namun kau tetap bersabar memperlakukan kami dan mengarahkan tak dapat membalas jasamu yang besar karena hanya doa yang dapat kami panjatkan untuk kebaikan di sepanjang perjalananmu. Tidak terhitung berapa banyak jasamu. Semoga engkau sehat selalu dan memori keberkahan ini takkan pernah hilang dari ingatan oleh Febrina Suci Nandassa, Staf Marketing Pendidikan Pesantren Daqu Lampung
Tentangdalil-dalil yang nampak mengandung ta'arudl, digunakan cara: al-jam'u wa al-tawfiq, dan kalau tidak dapat dilakukan tarjih. Hadis mauquf dihukum marfu' apabila ada qarinah yang dapat dipahami daripadanya bahwa hadis itu marfu'. Perpisahan santri-anak asuh, 12/05/2013: Outbound santri bersama Ranu Outbound Madiun:
ETIKA NABI SAAT PERPISAHAN Bab ini memuat tiga hadits, yaitu Pertama Dari Ibnu Umar t. yang mempunyai beberapa sanad, diantaranya ۱٤ - . ÇóÑúÓóáóäöì ÇÈúäõ ÚõãóÑó İöì ÍóÇÌóÉò İóŞóÇáó ÊóÚóÇáú ÍóÊøì ÇóÄÏóÚóßó ßóãóÇæóÏóÚóäöì ÑóÓõÄáõ Çááøåö Õóáøóì Çááøåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó æóÇóÑúÓóáóäöìú İöì ÍóÇÌóÉò áóåõ İóŞóÇáó ,, ÇóÓúÊóÄÏöÚõ Çááøåó Ïöíúäóßó æóÇóãóÇäóÊóßó æóÎóæóÇÊöíúãó Úóãóáöß ,, Dari Quza’ah ia berkata ”Ibnu Umar t. mengutusku untuk suatu keperluan. Lalu ia berkata ’Kemarilah aku akan mengucapkan selamat jalan kepadamu, sebagaimana ucapan selamat tinggal Nabi r. kepadaku ketika beliau mengutusku untuk suatu keperluan. Kemudian ia mengucapkan ”Aku menitipkan agamamu, umatmu, dan segala akhir perbuatanmu kepada Allah.“ Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud no 2600, Imam Hakim 2/97, Imam Ahmad juz 2/25, 38 dan 136, dan Imam Abu Asakir 14/290/2 dan 15469/1, diperoleh dari Abdulaziz bin Umar bin Abdulaziz yang mendengarnya dari Quza’ah. Perawi-perawinya tergolong tsiqah konsisten terhadap ajaran Islam dan kuat ingatannya tetapi ada yang diperselisihkan, yaitu Abdulaziz. Sebagian Ulama meriwayatkannya dengan sanad seperti itu, tapi sebagian lain ada pula yang memasukkan satu orang perawi antara Abdulaziz dan Quza’ah. Orang yang dimaksud tersebut adalah Ismail bin Jarir, namun sementara Ulama juga ada yang menyebutnya Yahya bin Ismail bin Jarir. Sedang Al-Hafizh Ibnu Asakir menyebutkan beberapa riwayat yang berbeda- beda. Adapun Al-Hafizh Ibnu Hajar di dalam kitabnya At-Taqrib mengatakan ”Yang benar adalah Yahya bin Ismail.“ Saya berpendapat bahwa hadits itu adalah dha’if , tetapi kemudian menjadi kuat karena adanya sanad-sanad lain. Di dalam riwayat Ibnu Asakir terdapat matan sebagai berikut Sebagaimana Rasulullah r. mengucapkan selamat tinggal kepadaku, lalu ia menjabat tangan saja. Setelah itu ia mengucapkan ia mengucapkan seperti kalimat hadits di atas. Diriwayatkan dari Salim, bahwa Ibnu Umar selalu mengucapkan kepada orang yang hendak bepergian ”Izinkan aku mengucapkan selamat jalan kepadamu, sebagaimana Nabi r mengucapkannya kepadaku, lalu ia berucap seperti kalimat pada hadits yang pertama.“ Hadits ini ditakhrij oleh Imam Tirmidzi 2/255, cet. Bulaq, Imam Ahmad 2/7, dan Abdul Ghani Al-Maqdisy di dalam juz 63 41/1, dari Sa’id bin Khutsaim dari Hanzalah yang dikutip dari Salim. Imam Tirmidzi berkomentar ”Hadits ini statusnya adalah hasan shahih gharib ada di antara ketiga status tersebut, yang dimaksud adalah yang diriwayatkan oleh Salim.“ Saya berpendapat ”hadits ini sesuai dengan syarat Muslim, hanya saja sanad yang dari Sa’id masih dipertentangkan. Oleh karena itu Imam Hakim meriwayatkannya 1/442 dan 2/97 dari Ishak bin Sulaiman dan Walid bin Muslim yang dikutip dari Handzalah bin Abu Sofyan diperoleh dari Al-Qasim bin Muhammad yang mengisahkan ”Saya berada di samping Ibnu Umar. Tiba-tiba datanglah seorang laki-laki dan berkata ”Saya hendak pergi.” Lalu Ibnu Umar berkata “Tunggulah, aku akan mengucapkan selamat jalan kepadamu Kemudian Al-Qasim bin Muhammad menyebutkan kalimat seperti hadits pertama.” Imam Hakim berkomentar “Hadits ini statusnya shahih menurut syarat Bukhari-Muslim.” Penialian ini disetujui oleh Adz-Dzahabi. Kemungkinan Imam Tirmidzi menganggap gharib Hadits yang periwayatannya terdapat perawi yang menyendiri, baik di dalam keberadaan sifat maupun keadannya hadits yang diriwayatkan melalui jalur Salim ini tsiqah, karena dua orang perawi tsiqah, yaitu Ishak n Sulaiman dan Al-Walid bin Muslim, yang berbeda dengan Ibnu Khatsaim, sebab Ibnu Khatsaim meriwayatkannya dari Handzalah dari Salim, sedangkan kedua perawi tsiqah tersebut mengatakan dari Handzalah yang diperoleh dari Al-Qasim bin Muhammad, dari Salim. Dan inilah nampaknya yang lebih shahih. Abu Ya’la mentakhrij hadits ini di dalam musnad-nya 2/270, dari jalur Al-Walid bin Muslim saja. Dari Mujahid, yang menceritakan “Saya dan seorang laki-laki pergi ke Irak. Di tengah perjalanan kami bertemu dengan Abdullah Ibnu Umar. Tatkala akan berpisah ia berkata ”Aku tidak mempunyai sesuatu yang akan aku nasihatkan kepada kalian. Tetapi aku mendengar Rasulullah r. bersabda ”Jika ia musafir menitipkan sesuatu kepada Allah, maka mudah-mudahan Allah berkenan menjaganya. Dan saya menitipkan agamamu, amanat dan akibat perbuatan kalian kepada Allah I.“ Hadits dengan riwayat ini disampaikan oleh Ibnu Hibban di dalam kitab shahihnya 2376 dengan sanad yang shahih. Dari Nafi’ dikutip dari Mujahid yang menuturkan ”Apabila Rasulullah r. menginggalkan seseorang, maka beliau meraih tangannya. Dan beliau tidak akan melepaskan genggamannya kecuali orang itu sendiri yang melepaskannya, dan beliau berkata kemudian perawi menyebutkan ucapan selamat tinggal seperti hadits yang pertama.” Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi 2/255, cet. Balaq yang menilainya gharib. Saya berpendapat, bahwa yang dimaksudkan oleh penilaian Imam Tirmidzi itu adalah dha’if dari segi jalur sanad ini. Hal itu bisa demikian karena hadits itu diriwayatkan oleh Ibrahim bin Abdurrahman bin Zaid bin Umayyah dari Nafi’. Padahal Ibrahim ini tidak dikenal majhul. Tetapi Ibrahim tidak meriwayatkan hadits ini seorang diri, namun ada perawi lain yang juga meriwayatkannya, yaitu Ibnu Mahah 2/943 nomor 2826, yang diperoleh dari Ibnu Abi Laila dari Nafi’. Akan tetapi Ibnu Abi Laila adalah orang yang kurang baik hafalannya. Nama sebenarnya, Muhammad bin Abdurrahman. Ia tidak menyebutkan ceita tentang berjabat tangan. Hadits kedua dari Abdullah Al-Khathami yang menceritakan ۱٥ -. ÇóáÍóÏöíúËõ ÇúáËøóÇäöìú Úóäú ÚóÈúÏöÇááøåö ÇúáÎóÊöãöìøö ŞóÇáó ,, ßóÇäó ÇáäøóÈöìøó Õóáøì Çááøåõ Úóáóíúåö æó ÇáÓóáøóãó ÇöĞóÇÇóÑóÇÏó Çóäú íóÓúÊóÄÏöÚó ÇáúÌóíúÔó ŞóÇáó İóĞóßóÑóåõ. “Adalah Rasulullah r. apabila hendak meninggalkan tentaranya, bersabda kemudian rawi menyebutkan kalimat yang diucapkan oleh Nabi r. seperti pada hadits pertama.” Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Sina di dalam Amalul-Yaum wal-Lailah nomor 498 dengan sanad yang shahih menurut Muslim. Hadits ketiga dari Abu Hurairah yang memberitakan Çóäú ÇáäøóÈöìøó Õøáøì Çááøåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó ÇöĞóÇÇóÄÏóÚó ÇóÍóÏóÇ ŞóÇáó İóĞóãóÑóåõ . “Rasulullah r jika meninggalkan seseorang beliau bersabda sebagaimana kalimat pada hadits pertama.” Hadits dengan sanad ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad 2/358; dari Ibnu Labai’ah yang mengutip dari Al-Hasan bin Tsauban dari masa Ibnu Wirdan yang diperolehnya dari Abu Hurairah. Saya berpendapat, bahwa seluruh perawinya adalah tsiqah. Hanya saja Ibnu Labai’ah agak buruk hafalannya. Matan yang dipakainya pun berbeda dengan yang dipakai oleh Al-Laits bin Sa’ad dan Sa’id bin Abi Ayyub yang diperolehnya dari Hasan bin Tsauban yang menuturkan “Aku akan menitipkan kepada Allah yang tidak pernah menyia-nyiakan barang titipan-Nya.” 1 Hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ini lebih shahih dan sanadnya jayyid shahih. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad 403/1. Saya juga melihat, bahwa Ibnu Labai’ah meriwayatkan hadits ini dengan redaksi yang sama dengan riwayat yang ditakhrij oleh Ibnu Sina nomor 501 dan Ibnu Majah 2/943, nomor 2825. Sedang saya sendiri merasa yakin kesalahannya ada pada redaksi yang pertama. Faedah-faedah Hadits Dari hadits yang shahih ini dapat diambil beberapa faedah 1. Disyariatkannya ucapan selamat tinggal dengan kalimat yang telah berlaku, yaitu ÃÓÊæÏÚ Çááøå Ïíäß æÇãÇäÊß æÎæÇÊíã Úãáß Atau ÃÓÊæÏÚßã Çááøå ÇáĞì áÇ ÊÖíÚ æÏÇäÚå 2. Bersalaman dengan satu tangan. Hal ini disebutkan pada banyak hadits. Dan jika ditinjau dari segi etimologi, maka kata al-mushafahah artinya al-akhdzu bi-yudi memegang tangan atau memegangnya. Di dalam Lisanul Arab disebutkan Kata al-mushafahah berarti menggenggam tangan. Begitu juga dengan kata al-tashafuh. Ar-rajul yushafihur-rajul, artinya seseorang menempelkan telapak tangannya pada telapak tangan orang lain dan keduanya saling menempelkan telapak tangan mereka serta saling berhadapan. Arti yang sama dipakai pada hadits mushafahah ketika bertemu. Kata ini merupakan tindakan menempelkan telapak tangan seseorang dengan telapak tangan orang lain dengan berhadap-hadapan. Menurut saya ada beberapa hadits yang senada dengan hadits tersebut, seperti hadits marfu’ yang diriwayatkan oleh Hudzaifah ۱٦ -. Çöäøó ÇáúãÁúæãöäó ÇöĞóÇáóŞöìó ÇáúãõÁúæ ãöäó İóÓóáøóãó Úóáóíúåö æğÇóÎóÖø ÈöíóÏöå İóÕóÇİóÍóåó ÊóäóÇËóÑóÊú ÎóØóÇíóÇ åõãóÇ ßóãóÇ ÊóäóÇ ËóÑóÊú æóÑóŞõ ÇáÔøóÌóÑö “Jika seorang mukmin bertemu dengan orang mukmin lainnya, lalu mengucapkan salam dan berjabatan tangan, maka semua kesalahan kedua orang itu akan rontok, seperti daun-daun yang berguguran.” Sementara itu Al-Mundziri 3/270 berkomentar “Imam Thabrani meriwayatkan hadits ini di dalam Al-Ausath’, dan sepengetahuan saya perawi-perawinya tidak ada yang jahr cacat. Saya berpendapat, hadits ini mempunyai beberapa syahid hadits penguat yang dapat meningkatkan statusnya menjadi shahih. Di antaranya hadist yang diriwayatkan oleh Anas di dalam kitabnya Al-Mukhtarah nomor 240/1-2. Al-Mundziri menaikkannya kepada Imam Ahmad dan Imam lainnya. Hadits-hadits ini menunjukkan bahwa yang disunnahkan di dalam berjabat tangan adalah dengan satu tangan. Apa yang dilakukan oleh bebetapa Syaikh, yakni berjabat tangan dengan menggunakan dua tangan adalah menyelisihi sunnah. Hal ini perlu kita ketahui secara detail. 3. Berjabatan tangan juga dianjurkan ketika akan berpisah. Hal ini diperkuat oleh sabda Nabi r. “Merupakan kesempurnaan penghormatan adalah berjabatan tangan.” Hadits ini dilihat dari segi sanadnya, bagus sekali. Sebenarnya saya bermaksud menampilkan judul tersendiri tentang pembahasan ini dengan disertai penjelasan mengenai sanad-sanadnya. Akan tetapi setelah saya teliti ternyata sanadnya dha’if dan tidak patut dibuat hujjah. Oleh karena itu saya hanya menyebutkannya di dalam As-Silsiasul-Ukhra Rangkaian hadits yang lain 1288. Adapun mengenai pengambilan dalil pembuktian kebenaran tentang disyariatkannya salam ketika berpisah adalah sabda Nabi r. “Jika salah seorang di antara kalian memasuki masjid, maka ucapkanlah salam. Dan jika ia keluar, maka juga ucapkanlah salam. Salam yang pertama adalah lebih utama dari salam yang kedua.” Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud, Imam Tirmidzi dan lainnya dengan sanad hasan. Melihat hadits ini maka pendapat sebagian ulama yang mengatakan bahwa berjabatan tangan ketika berpisah adalah bid’ah, sama sekali tidak mempunyai dalil. Memang, orang-orang yang berpendapat mengenai adanya hadits-hadits yang mengenai jabat tangan ketika bertemu adalah lebih banyak dan lebih kuat daripada ketika berpisah, tetapi orang yang tajam pemahamannya akan menyimpulkan bahwa intensitas disyari’atkannya berjabatan tangan ketika bertemu dengan ketika berpisah tidak sama. Misalnya berjabatan yanga pertama adalah sunnah, sedangkan yang kedua adalah anjuran mustahabbah. Sedang bila jabatan tangan yang kedua dikatakan bid’ah, sama sekali tidak mempunyai dasar. Adapun berjabatan tangan selepas shalat adalah bid’ah. Hal ini tidak diragukan lagi, kecuali antara dua orang yang tidak pernah bertemu sebelumnya, maka dalam kondisi ini berjabatan tangan memang **** ________________________________ 1 Hal ini telah ditulis oleh Imam Izzuddin Ibnu Abdissalam. Insya Allah saya akan memaparkan pendapatnya pada risalah saya yang keempat, dari Tanfidul Ishabah.
TentangSantri; Profil Aswaja Center; Donasi; Tanya . PISS-KTB; Konsultasi Fiqih; Melalui SMS; Live . PP. Sunni Salafiyah Pasuruan; Suara Nabawi; PP. Nurul Ulum Malang 435 Al Quran - Al Hadis 134 Al-Hadits 156 Al-Qur'an 7 Ilmu Balaghoh 43 Ilmu Nahwu 21 Ilmu Tajwid 121 Kajian Tafsir 666 Aqidah - Akhlak 38 Akhlaq 513
Tidak terasa sudah sebulan kita menjalani ibadah di bulan Ramadhan. Dan saatnya kita berpisah dengan bulan yang penuh barokah, bulan yang penuh rahmat dan ampunan Allah, serta bulan di mana banyak yang dibebaskan dari siksa neraka. Pada pembahasan kali ini, kami mengangkat sebuah pelajaran yang cukup berharga yang kami olah dari kitab Latho-if Al Ma’arif karangan Ibnu Rajab Al Hambali dengan judul “Wadha’ Ramadhan” Perpisahan dengan Bulan Ramadhan, juga terdapat beberapa tambahan pembahasan dari kitab lainnya. Semoga kalimat-kalimat yang secuil ini bermanfaat bagi kita semua. Sebab Ampunan Dosa di Bulan Ramadhan Saudaraku, jika kita betul-betul merenungkan, Allah begitu sayang kepada orang-orang yang gemar melakukan ketaatan di bulan Ramadhan. Cobalah kita perhatikan dengan seksama, betapa banyak amalan yang di dalamnya terdapat pengampunan dosa. Maka sungguh sangat merugi jika seseorang meninggalkan amalan-amalan tersebut. Dia sungguh telah luput dari ampunan Allah yang begitu luas. Cobalah kita lihat pada amalan puasa yang telah kita jalani selama sebulan penuh, di dalamnya terdapat ampunan dosa. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ “Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah maka dosanya di masa lalu pasti diampuni.”[1] Pengampunan dosa di sini bisa diperoleh jika seseorang menjaga diri dari batasan-batasan Allah dan hal-hal yang semestinya dijaga.[2] Begitu pula pada amalan shalat tarawih, di dalamnya juga terdapat pengampunan dosa. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ “Barangsiapa melakukan qiyam Ramadhan shalat tarawih karena iman dan mencari pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.”[3] Barangsiapa yang menghidupkan malam lailatul qadar dengan amalan shalat, juga akan mendapatkan pengampunan dosa sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ “Barangsiapa melaksanakan shalat pada malam lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.”[4] Amalan-amalan tadi akan menghapuskan dosa dengan syarat apabila seseorang melakukan amalan tersebut karena 1 iman yaitu membenarkan pahala yang dijanjikan oleh Allah dan 2 mencari pahala di sisi Allah, bukan melakukannya karena alasan riya’ atau alasan lainnya.[5] Adapun pengampunan dosa di sini dimaksudkan untuk dosa-dosa kecil sebagaimana pendapat mayoritas ulama.[6] Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam, الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمُعَةُ إِلَى الْجُمُعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ “Antara shalat yang lima waktu, antara jum’at yang satu dan jum’at berikutnya, antara Ramadhan yang satu dan Ramadhan berikutnya, di antara amalan-amalan tersebut akan diampuni dosa-dosa selama seseorang menjauhi dosa-dosa besar.”[7] Yang dimaksud dengan pengampunan dosa dalam hadits riwayat Muslim ini, ada dua penafsiran Pertama, amalan wajib seperti puasa Ramadhan, -pen bisa memnghapus dosa apabila seseorang menjauhi dosa-dosa besar. Apabila seseorang tidak menjauhi dosa-dosa besar, maka amalan-amalan tersebut tidak dapat mengampuni dosa baik dosa kecil maupun dosa besar. Kedua, amalan wajib dapat mengampuni dosa namun hanya dosa kecil saja, baik dia menjauhi dosa besar ataupun tidak. Dan amalan wajib tersebut sama sekali tidak akan menghapuskan dosa besar.[8] Pendapat yang dianut oleh mayoritas ulama bahwa dosa yang diampuni adalah dosa-dosa kecil, sedangkan dosa besar bisa terhapus hanya melalui taubatan nashuhah taubat yang sesungguhnya.[9] Adapun pengampunan dosa pada malam lailatul qadar adalah apabila seseorang mendapatkan malam tersebut, sedangkan pengampunan dosa pada puasa Ramadhan dan qiyam Ramadhan shalat tarawih adalah apabila bulan Ramadhan telah sempurna 29 atau 30 hari. Dengan sempurnanya bulan Ramadhan, seseorang akan mendapatkan pengampunan dosa yang telah lalu dari amalan puasa dan amalan shalat tarawih yang ia laksanakan.[10] Selain melalui amalan puasa, shalat malam di bulan Ramadhan dan shalat di malam lailatul qadar, juga terdapat amalan untuk mendapatkan ampunan Allah yaitu melalui istighfar. Memohon ampun seperti ini adalah di antara bentuk do’a. Dan do’a orang yang berpuasa adalah do’a yang mustajab terkabulkan, apalagi ketika berbuka.[11] Begitu pula pengeluaran zakat fithri di penghujung Ramadhan, itu juga adalah sebab mendapatkan ampunan Allah. Karena zakat fithri akan menutupi kesalahan berupa kata-kata kotor dan sia-sia. Ulama-ulama terdahulu mengatakan bahwa zakat fithri adalah bagaikan sujud sahwi sujud yang dilakukan ketika lupa, -pen dalam shalat.[12] Jadi dapat kita saksikan, begitu banyak amalan di bulan Ramadhan yang terdapat pengampunan dosa, bahkan itu ada sampai penutup bulan Ramadhan. Sampai-sampai Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, “Tatkala semakin banyak pengampunan dosa di bulan Ramadhan, maka siapa saja yang tidak mendapati pengampunan tersebut, sungguh dia telah terhalangi dari kebaikan yang banyak.”[13] Seharusnya Keadaan Seseorang di Hari Raya Idul Fithri Seperti Ini Setelah kita mengetahui beberapa amalan di bulan Ramadhan yang bisa menghapuskan dosa-dosa, maka seseorang di hari raya Idul Fithri, ketika dia kembali berbuka tidak berpuasa lagi seharusnya dalam keadaan bayi yang baru dilahirkan oleh ibunya bersih dari dosa. Namun hal ini dengan syarat, seseorang haruslah bertaubat dari dosa besar yang pernah ia terjerumus di dalamnya, dia bertaubat dengan penuh rasa penyesalan. Lihatlah perkataan Az Zuhri berikut, “Ketika hari raya Idul Fithri, banyak manusia yang akan keluar menuju lapangan tempat pelaksanaan shalat ied, Allah pun akan menyaksikan mereka. Allah pun akan mengatakan, “Wahai hambaku, puasa kalian adalah untuk-Ku, shalat-shalat kalian di bulan Ramadhan adalah untuk-Ku, kembalilah kalian dalam keadaan mendapatkan ampunan-Ku.” Ulama salaf lainnya mengatakan kepada sebagian saudaranya ketika melaksanakan shalat ied di tanah lapang, “Hari ini suatu kaum telah kembali dalam keadaan sebagaimana ibu mereka melahirkan mereka.”[14] Selepas Ramadhan, Para Salaf Khawatir Amalannya Tidak Diterima Para ulama salaf terdahulu begitu semangat untuk menyempurnakan amalan mereka, kemudian mereka berharap-harap agar amalan tersebut diterima oleh Allah dan khawatir jika tertolak. Merekalah yang disebutkan dalam firman Allah, وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ “Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut.” Qs. Al Mu’minun 60 Ali bin Abi Thalib mengatakan, “Mereka para salaf begitu berharap agar amalan-amalan mereka diterima daripada banyak beramal. Bukankah engkau mendengar firman Allah Ta’ala, إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ “Sesungguhnya Allah hanya menerima amalan dari orang-orang yang bertakwa.” Qs. Al Ma-idah 27” Dari Fudholah bin Ubaid, beliau mengatakan, “Seandainya aku mengetahui bahwa Allah menerima dariku satu amalan kebaikan sebesar biji saja, maka itu lebih kusukai daripada dunia dan seisinya, karena Allah Ta’ala berfirman, إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ “Sesungguhnya Allah hanya menerima amalan dari orang-orang yang bertakwa.” Qs. Al Ma-idah 27” Ibnu Diinar mengatakan, “Tidak diterimanya amalan lebih ku khawatirkan daripada banyak beramal.” Abdul Aziz bin Abi Rowwad berkata, “Saya menemukan para salaf begitu semangat untuk melakukan amalan sholih. Apabila telah melakukannya, mereka merasa khawatir apakah amalan mereka diterima ataukah tidak.” Oleh karena itu sebagian ulama sampai-sampai mengatakan, “Para salaf biasa memohon kepada Allah selama enam bulan agar dapat berjumpa dengan bulan Ramadhan. Kemudian enam bulan sisanya, mereka memohon kepada Allah agar amalan mereka diterima.” Lihat pula perkataan Umar bin Abdul Aziz berikut tatkala beliau berkhutbah pada hari raya Idul Fithri, “Wahai sekalian manusia, kalian telah berpuasa selama 30 hari. Kalian pun telah melaksanakan shalat tarawih setiap malamnya. Kalian pun keluar dan memohon pada Allah agar amalan kalian diterima. Namun sebagian salaf malah bersedih ketika hari raya Idul Fithri. Dikatakan kepada mereka, “Sesungguhnya hari ini adalah hari penuh kebahagiaan.” Mereka malah mengatakan, “Kalian benar. Akan tetapi aku adalah seorang hamba. Aku telah diperintahkan oleh Rabbku untuk beramal, namun aku tidak mengetahui apakah amalan tersebut diterima ataukah tidak.” Itulah kekhawatiran para salaf. Mereka begitu khawatir kalau-kalau amalannya tidak diterima. Namun berbeda dengan kita yang amalannya begitu sedikit dan sangat jauh dari amalan para salaf. Kita begitu “pede” dan yakin dengan diterimanya amalan kita. Sungguh, teramatlah jauh kita dengan mereka. Bagaimana Mungkin Mendapatkan Pengampunan di Bulan Ramadhan? Setelah kita melihat bahwa di bulan Ramadhan ini penuh dengan pengampunan dosa dari Allah Ta’ala, namun banyak yang menyangka bahwa dirinya kembali suci seperti bayi yang baru lahir selepas bulan Ramadhan, padahal kesehariannya di bulan Ramadhan tidak lepas dari melakukan dosa-dosa besar. Sebagaimana yang telah kami jelaskan bahwa dosa-dosa kecil bisa terhapus dengan amalan puasa, shalat malam dan menghidupkan malam lailatul qadar. Namun ingatlah bahwa pengampunan tersebut bisa diperoleh bila seseorang menjauhi dosa-dosa besar. Lalu bagaimanakah dengan kebiasaan sebagian kaum muslimin yang berpuasa namun menganggap remeh shalat lima waktu, bahkan seringkali meninggalkannya ketika dia berpuasa padahal meninggalkannya termasuk dosa besar?! Sebagian kaum muslimin begitu semangat memperhatikan amalan puasa, namun begitu lalai dari amalan shalat lima waktu. Padahal dengan sangat nyata dapat kami katakan bahwa orang yang berpuasa namun enggan menunaikan shalat, puasanya tidaklah bernilai apa-apa. Bahkan puasanya menjadi tidak sah disebabkan meninggalkan shalat lima waktu. Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin mengatakan, “Puasa yang dilakukan oleh orang yang meninggalkan shalat tidaklah diterima karena orang yang meninggalkan shalat telah melakukan dosa kekafiran dan murtad. Dalil bahwa meninggalkan shalat termasuk bentuk kekafiran adalah firman Allah Ta’ala, فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآَتَوُا الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَنُفَصِّلُ الْآَيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ “Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka mereka itu adalah saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui.” Qs. At Taubah 11 Alasan lain adalah sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam, بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاَةِ “Pembatas antara seorang muslim dengan kesyirikan dan kekafiran adalah meninggalkan shalat.”[15] Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda, الْعَهْدُ الَّذِى بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلاَةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ “Perjanjian antara kami dan mereka orang kafir adalah mengenai shalat. Barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.” [16]“[17] Namun ini nyata terjadi pada sebagian orang yang menunaikan puasa. Mereka begitu semangat menunaikan puasa Ramadhan, namun begitu lalai dari rukun Islam yang lebih penting yang merupakan syarat sah keislaman seseorang yaitu menunaikan shalat lima waktu. Hanya Allah lah yang memberi taufik. Lalu seperti inikah Idul Fithri dikatakan sebagai hari kemenangan sedangkan hak Allah tidak dipedulikan? Seperti inikah Idul Fithri disebut hari yang suci sedangkan ketika berpuasa dikotori dengan durhaka kepada-Nya? Kepada Allah-lah tempat kami mengadu, semoga Allah senantiasa memberi taufik. Ingatlah, meninggalkan shalat lima waktu bukanlah dosa biasa, namun dosa yang teramat bahaya. Ibnu Qayyim Al Jauziyah –rahimahullah– mengatakan, “Kaum muslimin bersepakat bahwa meninggalkan shalat lima waktu dengan sengaja adalah dosa besar yang paling besar dan dosanya lebih besar dari dosa membunuh, merampas harta orang lain, berzina, mencuri, dan minum minuman keras. Orang yang meninggalkannya akan mendapat hukuman dan kemurkaan Allah serta mendapatkan kehinaan di dunia dan akhirat.” [18] Dinukil oleh Adz Dzahabi dalam Al Kaba’ir, Ibnu Hazm –rahimahullah– berkata, “Tidak ada dosa setelah kejelekan yang paling besar daripada dosa meninggalkan shalat hingga keluar waktunya dan membunuh seorang mukmin tanpa alasan yang bisa dibenarkan.”[19] Itulah kenyataan yang dialami oleh orang yang berpuasa. Kadang puasa yang dilakukan tidak mendapatkan ganjaran apa-apa atau ganjaran yang kurang dikarenakan ketika puasa malah diisi dengan berbuat maksiat kepada Allah, bahkan diisi dengan melakukan dosa besar yaitu meninggalkan shalat. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الجُوْعُ وَالعَطَشُ “Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga.”[20] Jika demikian, di manakah hari kemenangan yang selalu dibesar-besarkan ketika Idul Fithri? Di manakah hari yang dikatakan telah suci lahir dan batin sedangkan hak Allah diinjak-injak? Lalu apa gunanya minta maaf kepada sesama begitu digembar-gemborkan di hari ied sedangkan permintaan maaf kepada Rabb atas dosa yang dilakukan disepelekan? Takbir di Penghujung Ramadhan Karena begitu banyak pengampunan dosa di bulan Ramadhan, kita diperintahkan oleh Allah di akhir bulan untuk bertakbir kepada-Nya dalam rangka bersyukur kepada-Nya. Allah Ta’ala berfirman, وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ “Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu bertakwa pada Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” Qs. Al Baqarah 185 Yang dimaksud dengan takbir di sini adalah bacaan “Allahu Akbar”. Mayoritas ulama mengatakan bahwa ayat ini adalah dorongan untuk bertakbir di akhir Ramadhan. Sedangkan kapan waktu takbir tersebut, para ulama berbeda pendapat. Pendapat pertama, takbir tersebut adalah ketika malam idul fithri. Pendapat kedua, takbir tersebut adalah ketika melihat hilal Syawal hingga berakhirnya khutbah Idul Fithri. Pendapat ketiga, takbir tersebut dimulai ketika imam keluar untuk melaksanakan shalat ied. Pendapat keempat, takbir pada hari Idul Fithri. Pendapat kelima yang merupakan pendapat Imam Malik dan Imam Asy Syafi’i, takbir ketika keluar dari rumah menuju tanah lapang hingga imam keluar untuk shalat ied. Pendapat keenam yang merupakan pendapat Imam Abu Hanifah, takbir tersebut adalah ketika Idul Adha dan ketika Idul Fithri tidak perlu bertakbir.[21] Syukur di sini dilakukan untuk mensyukuri nikmat Allah berupa taufik untuk melakukan puasa, kemudahan untuk melakukannya, mendapat pembebasan dari siksa neraka dan ampunan yang diperoleh ketika melakukannya. Atas nikmat inilah, seseorang diperintahkan untuk berdzikir kepada Allah, bersyukur kepada-Nya dan bertakwa kepada-Nya dengan sebenar-benarnya takwa. Ibnu Mas’ud mengatakan bahwa sebenar-benarnya takwa adalah mentaati Allah tanpa bermaksiat kepada-Nya, mengingat Allah tanpa lalai dari-Nya dan bersyukur atas nikmat-nikmat Allah, tanpa kufur darinya.[22] Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu Akbar wa lillahil hamd. Di penghujung bulan Ramadhan ini, hanyalah ampunan dan pembebasan dari siksa neraka yang kami harap-harap dari Allah yang Maha Pengampun. Kami pun berharap semoga Allah menerima amalan kita semua di bulan Ramadhan, walaupun kami rasa amalan kami begitu sedikit dan begitu banyak kekurangan di dalamnya. Taqobalallahu minna wa minkum Semoga Allah menerima amalan kami dan amalan kalian. Semoga Allah menjadi kita insan yang istiqomah dalam menjalankan ibadah selepas bulan Ramadhan. Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat Segala puji bagi Allah yang dengan segala nikmat-Nya setiap kebaikan menjadi sempurna. Wa shallallahu wa salaamu ala nabiyyina Muhammad wa ala alihi wa shohbihi ajma’in. *** Diselesaikan menjelang Shubuh, Ahad, 1 Syawal 1430 H, di Ori, Pelauw – Maluku Tengah Penulis Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Baca Juga Minal Aidin Wal Faizin, Mohon Maaf Lahir dan Batin Saat Idul Fitri, Apakah Benar Tidak Boleh Diucapkan? Dua Kebahagiaan Ketika Hari Raya Idul Fithri Footnote [1] HR. Bukhari no. 38 dan Muslim no. 760. [2] Lihat Latho-if Al Ma’arif, Ibnu Rajab Al Hambali, hal. 372, Daar Ibnu Katsir [Tahqiq Yasin Muhammad As Sawaas] [3] HR. Bukhari no. 37 dan Muslim no. 759 [4] HR. Bukhari no. 1901. [5] Lihat Fathul Bari, 6/290, Mawqi’ Al Islam, Asy Syamilah [6] Lihat Latho-if Al Ma’arif, hal. 372 dan Fathul Baari, 6/290 [7] HR. Muslim no. 233. [8] Latho-if Al Ma’arif, hal. 372 [9] -Idem- [10] Latho-if Al Ma’arif, hal. 373 [11] Latho-if Al Ma’arif, hal. 378 [12] Latho-if Al Ma’arif, hal. 383 [13] Latho-if Al Ma’arif, hal. 378 [14] Latho-if Al Ma’arif, hal. 373-374 [15] HR. Muslim no. 82 [16] HR. Ahmad, At Tirmidzi, An Nasa’i, Ibnu Majah. Dikatakan shahih oleh Syaikh Al Albani [17] Majmu’ Fatawa wa Rosa-il Ibnu Utsaimin, 17/62, Asy Syamilah [18] Ash Sholah wa Hukmu Tarikiha, hal. 7, Darul Imam Ahmad, Kairo-Mesir. [19] Al Kaba’ir Ma’a Syarhi Li Fadhilatisy Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin, Al Imam Adz Dzahabiy, hal. 25, Darul Kutub Al Ilmiyyah. [20] HR. Ath Thobroniy dalam Al Kabir dan sanadnya tidak mengapa. Syaikh Al Albani dalam Shohih At Targib wa At Tarhib no. 1084 mengatakan bahwa hadits ini shohih ligoirihi –yaitu shohih dilihat dari jalur lainnya [21] Lihat Fathul Qodir, Asy Syaukani, 1/239, Mawqi’ At Tafasir, Asy Syamilah [22] Latho-if Al Ma’arif, hal. 381
Homepage/ Binkam Bupati Lotara Hadiri Pelepasan dan Perpisahan Santri/Santriwati Ponpes Al-Baqiatussholihat NW Santong. Ikuti Kami; Mei 21, 2022 oleh anggi 10. Bupati Lotara Hadiri Pelepasan dan Perpisahan Santri/Santriwati Ponpes Al-Baqiatussholihat NW Santong
– Hadits tentang perpisahan. Tidak ada yang abadi di dunia ini, dan segalanya akan berubah setiap waktu. Termasuk hubungan antara satu manusia dan manusia lain yang disebut teman, kawan, sahabat, maupun rekan kerja. Di mana ada pertemuan, pasti ada perpisahan. Misalnya saja perpisahan sekolah SD, SMP, SMA, dan universitas. Hubungan antarmanusia yang tidak akan pernah terpisahkan minimal sampai ajal menjemput hanyalah suami dan perpisahan terjadi, biasanya tangisan mengiringi. Melihat ke belakang betapa banyak kenangan yang dijalani bersama, dan menyadari bahwa hari esok mulai berjalan di dunia masing-masing, adalah alasan air mata menetes saat perlu diingat bahwa perpisahan bukanlah akhir dari segalanya, perpisahan juga bisa menjadi awal yang baru, untuk semangat baru. Hadits tentang perpisahan berikut ini mungkin bisa sedikit meredakan kepedihan kala Hadits Tentang Perpisahan1. Berkumpul dan Berpisah2. Perpisahan untuk Pertemuan3. Wasiat PerpisahanKumpulan Hadits Tentang PerpisahanTanpa banyak basa basi kembali, langsung saja berikut adalah kumpulan daftar hadits dan dalil shahih tentang perpisahan. Simak dalam bahasa Arab, latin, dan terjemahan Indonesia yang benar sesuai sunnah berikut Berkumpul dan Berpisahوَرَجُلاَنِ تَحَابَّا فِى اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ“Dua orang yang saling mencintai karena Allah. Mereka berkumpul dan berpisah dengan sebab cinta karena Allah.” HR. Bukhari no. 660 dan Muslim no. 10312. Perpisahan untuk Pertemuanأَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ“Kalau begitu engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai.” HR. Bukhari no. 6171 dan Muslim no. 26393. Wasiat Perpisahanعَنِ الْعِرْبَاضِ بْنِ سَارِيَةَ رَضِيَ اللّٰـهُ عَنْهُ قَالَ صَلَّـىٰ بِنَا رَسُوْلُ اللّٰـهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ ، ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْنَا ، فَوَعَظَنَا مَوْعِظَةً بَلِيْغَةً ؛ ذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُوْنُ ، وَوَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوْبُ ، قَالَ قَائِلٌ يَا رَسُوْلَ اللّٰـهِ ! كَـأَنَّ هٰذِهِ مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ ، فَـمَـاذَا تَعْهَدُ إِلَيْنَا ؟ فَقَالَ أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللّٰـهِ ، وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ ، فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِيْ فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِـيْرًا ، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الْـخُلَفَاءِ الْـمَهْدِيِّيْنَ الرَّاشِدِيْنَ ، تَـمَسَّكُوْا بِـهَا وَعَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ ، وَإِيَّاكُمْ وَمُـحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ ، فَإِنَّ كُلَّ مُـحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ“Diriwayatkan dari al-Irbâdh bin Sâriyah Radhiyallahu anhu bahwa ia berkata, “Suatu hari Rasulullâh Shallallahu alaihi wa sallam pernah shalat bersama kami, kemudian beliau menghadap kepada kami, lalu memberikan nasehat kepada kami dengan nasehat yang membekas pada jiwa, yang menjadikan air mata berlinang dan membuat hati menjadi takut, maka seseorang berkata, Wahai Rasulullâh! Seolah-olah ini adalah nasehat dari orang yang akan berpisah, maka apakah yang engkau wasiatkan kepada kami?’ Maka Rasulullâh Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Aku wasiatkan kepada kalian agar tetap bertakwa kepada Allah, tetaplah mendengar dan taat, walaupun yang memerintah kalian adalah seorang budak dari Habasyah. Sungguh, orang yang masih hidup di antara kalian sepeninggalku, niscaya ia akan melihat perselisihan yang banyak, maka wajib atas kalian berpegang teguh kepada Sunnahku dan Sunnah Khulafâr Râsyidîn yang mendapat petunjuk. Peganglah erat-erat dan gigitlah dia dengan gigi geraham kalian. Dan jauhilah oleh kalian setiap perkara yang baru dalam agama, karena sesungguhnya setiap perkara yang baru itu adalah bidah, dan setiap bidah itu adalah sesat.” Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir JawasKesimpulanItu dia singkat saja mengenai kumpulan hadits tentang perpisahan, hadits tentang sahabat dunia akhirat, peribahasa tentang perpisahan wasiat perpisahan rasulullah, kata semangat untuk perpisahan, hadis tentang sahabat, gambar perpisahan, kata kata perpisahan dalam islam, kata kata untuk majlis Tentang Tolong Menolong MuslimKumpulan Hadits Nabi Tentang IstiqomahModel Kerudung untuk Perpisahan Sekolah
Teman ini adalah pidato bahasa sunda tentang perpisahan singkat dan jelas buatanku, mohon koreksi ya jika ada kesalahan. Perpisahan sekolah merupakan suatu hal yang menyenangkan dan sekaligus menyedihkan. Source: dokumen.tips. Pidato dalam bahasa sunda juga bertujuan untuk menyampaikan suatu gagasan, kepada banyak orang atau di khalayan umum.
– Hadits tentang perpisahan. Setiap ada pertemuan pasti ada perpisahan, dua hal tersebut yang kerap menjadikan manusia menangis dan tidak kuasa menahan kesedihan. Meski ada yang bilang perpisahan bukan akhir dari segalanya, tapi tetap saja kehidupan akan berbeda. Setiap manusia yang berpisah, akan jarang saling menghubungi lagi kecuali ada yang benar-benar penting. Meski begitu memang ada beberapa di antara individu yang tetap menjalin komunikasi dengan intens sampai dewasa bahkan hingga begitu jangan berlarut dalam kesedihan pada saat berpisah, tetaplah semangat menatap masa depan karena akan ada banyak hal baru dan petualangan baru yang menanti. Kehidupan tidak seburuk seperti apa yang hadits-hadits yang menjelaskan tentang perpisahan ini, mungkin bisa menjadi penyemangat kita untuk tidak terlalu lama bersedih. Semoga cinta dan kasih sayang yang saling kita berikan, tidak terputus karena Allah Hadits Tentang Perpisahan1. Berkumpul dan Berpisah2. Perpisahan untuk Pertemuan3. Wasiat PerpisahanDaftar Hadits Tentang PerpisahanTanpa banyak bicara ini itu kembali, langsung saja silahkan lihat beberapa daftar hadits shahih tentang perpisahan yang bisa membuat kita termotivasi. Hadits berikut ditulis dalam lafadz bacaan bahasa Arab, latin, beserta Berkumpul dan Berpisahوَرَجُلاَنِ تَحَابَّا فِى اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ“Dua orang yang saling mencintai karena Allah. Mereka berkumpul dan berpisah dengan sebab cinta karena Allah.” HR. Bukhari no. 660 dan Muslim no. 10312. Perpisahan untuk Pertemuanأَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ“Kalau begitu engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai.” HR. Bukhari no. 6171 dan Muslim no. 26393. Wasiat Perpisahanعَنِ الْعِرْبَاضِ بْنِ سَارِيَةَ رَضِيَ اللّٰـهُ عَنْهُ قَالَ صَلَّـىٰ بِنَا رَسُوْلُ اللّٰـهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ ، ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْنَا ، فَوَعَظَنَا مَوْعِظَةً بَلِيْغَةً ؛ ذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُوْنُ ، وَوَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوْبُ ، قَالَ قَائِلٌ يَا رَسُوْلَ اللّٰـهِ ! كَـأَنَّ هٰذِهِ مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ ، فَـمَـاذَا تَعْهَدُ إِلَيْنَا ؟ فَقَالَ أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللّٰـهِ ، وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ ، فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِيْ فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِـيْرًا ، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الْـخُلَفَاءِ الْـمَهْدِيِّيْنَ الرَّاشِدِيْنَ ، تَـمَسَّكُوْا بِـهَا وَعَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ ، وَإِيَّاكُمْ وَمُـحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ ، فَإِنَّ كُلَّ مُـحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ“Diriwayatkan dari al-Irbâdh bin Sâriyah Radhiyallahu anhu bahwa ia berkata, “Suatu hari Rasulullâh Shallallahu alaihi wa sallam pernah shalat bersama kami, kemudian beliau menghadap kepada kami, lalu memberikan nasehat kepada kami dengan nasehat yang membekas pada jiwa, yang menjadikan air mata berlinang dan membuat hati menjadi takut, maka seseorang berkata, Wahai Rasulullâh! Seolah-olah ini adalah nasehat dari orang yang akan berpisah, maka apakah yang engkau wasiatkan kepada kami?’ Maka Rasulullâh Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Aku wasiatkan kepada kalian agar tetap bertakwa kepada Allah, tetaplah mendengar dan taat, walaupun yang memerintah kalian adalah seorang budak dari Habasyah. Sungguh, orang yang masih hidup di antara kalian sepeninggalku, niscaya ia akan melihat perselisihan yang banyak, maka wajib atas kalian berpegang teguh kepada Sunnahku dan Sunnah Khulafâr Râsyidîn yang mendapat petunjuk. Peganglah erat-erat dan gigitlah dia dengan gigi geraham kalian. Dan jauhilah oleh kalian setiap perkara yang baru dalam agama, karena sesungguhnya setiap perkara yang baru itu adalah bidah, dan setiap bidah itu adalah sesat.” Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir JawasKesimpulanSingkat saja itu dia pembahasan lengkap mengenai hadits tentang perpisahan, hadits tentang sahabat dunia akhirat, peribahasa tentang perpisahan, wasiat perpisahan rasulullah, hadis tentang sahabat, kata semangat untuk perpisahan, gambar Hadits Tentang Menjaga Perasaan WanitaKumpulan Hadits Tentang Iman kepada MalaikatDoa Sebelum dan Sesudah Belajar di Sekolah
. y72lf89xc6.pages.dev/367y72lf89xc6.pages.dev/27y72lf89xc6.pages.dev/314y72lf89xc6.pages.dev/194y72lf89xc6.pages.dev/310y72lf89xc6.pages.dev/178y72lf89xc6.pages.dev/130y72lf89xc6.pages.dev/76y72lf89xc6.pages.dev/69
hadits tentang perpisahan santri